SATU
SELAMA pesawat descending, Mataku menyapu bersih semua yang tampak di luar jendela—mengamati kota Bandung dari kejauhan, walaupun awan tebal kembali menyelimuti langit.
Sudah dua bulan lamanya aku meninggalkan kota ini. Dalam
pikiranku hanya ada flashback tentang kehidupanku dulu sebelum aku pergi ke
‘negeri gingseng’.
Di sana aku bukan hanya berlibur ataupun bersenang-senang,
tapi di
sana aku menjadi salah satu duta Indonesia. Ya, aku ikut
serta dalam program pertukaran pelajar yang ada di sekolahku. Aku berangkat
bersama 20 temanku kesana dan bersekolah di Woosong
High School.
Aku masih ingat.
Pertama kali sampai di Incheon Airport – Seoul, aku ternganga, karena kagum. Akupun masih tidak percaya, jika aku sudah
berada di negeri orang. Terserah deh, orang mau bilang kampungan, lebay, whatever, lah!
Ketika ngantri di bea cukai, para siswa
pertukaran pelajar yang baru juga sampai saling berkelompok dan berbicara
dengan bahasa mereka masing-masing. Dan akupun, sama sekali tidak mengerti,
kecuali Bahasa Inggris.
Duh, jadi kangen Korsel. Semoga aku diberi kesempatan lagi untuk mengunjungi Korsel.
Sejak penerbangan
Korea - Indonesia yang kulalui 7 jam yang lalu, badanku serasa remuk. Kulihat
wajah-wajah temanku, kelihatan lelah sekali. Bahkan mata mereka ada yang sembab, habis menangis.
Aku baru ingat,
tadi malam, kan, kami abis melakukan ritual perpisahan, mungkin saja mereka
nangis bombay, gitu. Saat perpisahan dengan teman-teman dan orang tua angkat
kami di
sana. Tidak bisa di pungkiri bahwa kami sangat sedih
meninggalkan mereka.
***
Indonesia, benar-benar panas. Waktu aku ke Korea pada
bulan januari lalu, adalah musim summer.
Rata-rata orang di sana berpergian
dengan baju yang terbuka agar tidak kepanasan.
Sementara aku, karena masih merasa kedinginan, aku
lengkap memakai baju untuk musim dingin yang tebal, dibalut lagi dengan
sweater.
Aku mengedarkan pandanganku sejauh mungkin. Berharap aku
menemukan seseorang yang menjemputku. Ya, tentu saja si Mama. Ayahku
sudah meninggal, dan Kak Ilham berada di Bandung, sedangkan Marcel, mana mau
dia jemput aku.
Aku sudah berpisah
dengan teman-temanku sejak tadi. Sampai sekarang Mama belum juga muncul,
padahal tadi malam sudah aku beri tahu bahwa hari ini aku akan pulang.
Kurogoh saku celanaku dan kuambil HP-ku untuk menghubungi
Mama. Setelah mendapat nomor yang kucari, aku langsung menekan tombol hijau
pada layar. Tak lama, dibalik HP-ku ini sudah ada yang mengangkat.
“Ma, Aku sudah sampai,” sapaku pertama kali.